Ruth
Mengutip syair lagu yang pernah hits dimasanya, persahabatan itu bagai kepompong. Hal yang tak mudah dapat berubah jadi indah. Tentunya, persahabatan juga memaklumi teman dalam menghadapi segala perbedaan. Begitulah persahabatanku dengan salah serorang manusia yang seru, gokil bahkan terkadang super duper gokil dan kembali meminjam lirik lagu yang belakangan ini mewarnai belantara musik Indonesia, seamin namun tak seiman.
Kelakuan aneh bin ajaib yang dilakukan Ruth seringkali di luar nalar, tapi tetap setelahnya aku akan tertawa ngakak tiada henti. Secara akademik, Ruth ini termasuk smart students. IPK nya pun 3 koma sekian sekian. Tapi yang bikin aku heran, ketika semester akhir dia harus berkejaran dengan dosennya demi menyelesaikan sebuah skripsi. SKRIPSI! Benar sekali saudara-saudara! Ruth nyaris Drop Out gara gara skripsinya nggak kelar-kelar.
“Mbak, kerjain skripsi aku!” Pintanya ngotot.
“Ya ampun, banyak kerjaan aku tuh, Dek. Lagian kan itu skripsimu, kenapa jadi aku yang ngerjain?” protesku.
“Otakku buntu , Mbak.” Ia menatapku dengan tatapan aneh sambil menunjuk kepalanya.
“Sini Mbak jebolin sekalian biar nggak buntu” kelakarku, namun itu ternyata tak menyurutkan perjuangannya membujukku.
“Mbaaaaakkkkk…” rengeknya
“Ih…banyak kerjaan lho aku tuh!” Aku jadi berkeinginan mencubitinya.
“Please lah mbak…please.…aku traktir tekwanlah, Mbak…”Tambahnya yang membuatku nyengir. Bikin skripsi di bayar tekwan?
“Ditambah model, lenggang, pempek, bakso, mie ayam, mie celor…” Ia menyebutkan semua jenis jajanan dengan lancar, walaupun itu rata-rata makanan kesukaannya.
Aku menggaruk kepala, bingung. Mau ku tolak, tapi ya melihat kelakuan absurd makhluk ciptaan Tuhan satu ini , kok aku nggak yakin dia bakal tamat. Di terima, tugasku di kantor numpuk. Akhirnya dengan erbekal tekad bulat sebulat bakpao plus sholat istikharah tujuh hari tujuh malam, akhirnya aku menyanggupi permintaan menyusahkan Ruth.
“Ya udah, mana judulnya. Kamu udah bimbingan berapa kali? “ Tanyaku sedikit sewot.
“Ahhhhhhh….Mbakku! Makasih banyak! Puji Tuhan, aku tertolong!” Ia pun tak kalah lebaynya denganku.
“Ya udah buruan soft copy yang udah kamu buat kasih ke Mbak. Nanti malam mbak cek.” Ujarku.
“Sek..sek..Mbak, aku berdoa sebentar mengucap syukur” Ia lalu bersipuh dan memanjatkan doa syukur. Melihat tingkahnya aku bukannya terharu malah ingin ku jewer telinganya.
“ Ya Allah, nggak kuat aku…nggak kuat…” Aku menahan tawaku.”Wes..toh, nggak usah over acting, lho” aku ikut berjongkok disebelahnya.
“Lah aku ini mengucap syukur, demi kelancaran skripsiku ke depan, Mbak” Kilahnya dan langsung ku jewer dia tanpa ampun.
“Gerammmmm!” ucapku yang dibalasnya dengan cekikikan.
Seminggu telah berlalu, file skripsi sudah ku kirim, namun aku heran kenapa si Ruth belum mengabari kelanjutannya. Iseng aku bertanya padanya ketika jadwal mengajar kami berada di hari yang sama.
“Udah ketemu dosen?’ tanyaku dan Ruth menjawab dengan cengegesan.
“Hehehehe…belum, Mbak. Aku nggak kuat mental mau ketemu dosen pembimbing” ia berkata sambil memasang mimik memelas.
“Haduhhh!! Kapan selesainya, Ruth?” tanyaku mulai emosi jiwa.
“Nah itu Mbak, aku juga nggak tahu” Jawabnya santai dan makin membuatku ingin langsung memesan otak-otak 10 buah. Eh…
“Ya… ditemuilah secepatnya, Ruth. Biar tahu mana yang harus di revisi. Bu Anggi nggak susah kok orangnya. Mbak dulu juga di bimbing beliau” Aku menyemangatinya agar ia berani.
“Tunggu aku dapat hidayah, Mbak.” serunya sambil memberikan senyuman jahil khas Ruth yang membuatku jadi darah tinggi dengan seketika. Dalam hati aku berkata, “ Alamat lama kelarnya nih skripi. Ya Robbi…”
Setelah sekian purnama ia belum juga menemui dosennya, akhirnya aku memutuskan untuk pasrah. Entahlah apakah si Ruth ini punya alergi kalau ketemu doseb pembimbing atau karena dia malas, aku sudah tidak mau memikirkannya. Alih-alih diskusi soal skripinya, yangdilakukannya adalah jalan jalan ke BJ pasar Angso Duo, mencari barang second murah meriah dan unik, berburu diskon di mall dan mengajakku kulineran di tempat baru.
Hingga suatu ketika, kami berdua menghadiri undangan pernikahan teman sekantor, ia memergoki dosen pembimbingnya juga hadir di pesta tersebut. Ia spontan histeris dan wajahnya panik.
“Mbaaakkkkk!!!!” Ia menggunvang-gungangkan bahuku. Aku yang sedang menyendok nasi hampir keselek akut dibuatnya.
“Astagfirulah. Ruth! “ hardikku sambil melotot sadis.
“Mbak, ada Bu Anggi!” Ia menatapku kalud, sementara aku bingung melihat kekacauan di wajahnya.
“Ya, terus kenapa? Tinggal di sapa aja kan?” aku menatapnya heran.
“Aku nggak bisa, Mbak!” Ia semakin cemas.
“Nggak bisa apa? Nggak bisa menyapa? Kan tinggal bilang ‘Bu..’ “ aku memberikan contoh cara menyapa yang singkat, padat, aktual dan terpercaya.
“Grogi, Mbak!” Ia memandangiku seolah meminta solusi.
Sementara itu, ternyata Ibu Anggi telah terlebih dahulu melihat kehadiran aku dan Ruth. Dari kejauhan aku tersenyum sambil menganggukkan kepalaku, tapi Ruth masih menatapku kaku bak batu es yang siap di serut untuk dijadikan es campur.
‘Ruth, senyum…aja…senyum” aku mencuil lengannya.
“Nggak bisa , Mbak.” Ia masih tak bergeming sedikit pun.
Bu Anggi lalu berjalan menuju kami berdua. Ruth yang melihat dosennya semakin mendekati dirinya langsung mundur kebelakang, berbalik dan berlari kencang keluar tenda tanpa isyarat apa pun kepadaku. “ Eh, Ruth..! Ruth!” kali ini aku yang kelabakan, karena langkah kaki Bu Anggi semakin dekat.
“Jingga, kenapa Ruth lari melihat saya?” tanyanya curiga begitu ia tiba dihadapanku.
“Anu..eh..anu Bu, kebelet pipis.” Jawabku asal, lalu setelahnya mengutuki diriku sendiri.
“Ibu nggak suka ya diginiin” sambungnya dan ia pun berlalu menyimpan kekesalan sekaligus rasa penasaran perihal kaburnya Ruth.
“Aduh, kali ini Ruth bakalan jadi mahasiswa abadi nih di kampus” batinku, lalu meninggalkan pesta sambil celingukan mencari keberadaan Ruth.
Dan…benar saja pemirsa!!! Ruth diomeli mamanya. Mamanya Ruth yang juga kebetulan dosen di universitas tempat Ruth kuliah ditelpon oleh Bu Anggi. Bu Anggi protes perihal Ruth berlari waktu melihat dirinya.
Oleh sebab itu, kali ini aku dan Ruth berada di rumah Bu Anggi. Aku menungu di teras sementara Ruth mendapat kuliah tambahan sebanyak 8 SKS plus omelan Bu Anggi di ruang tamu. Aku hanya mampu berdoa semoga Bu Anggi masih mau menjadi dosen pembimbing Ruth, mengingat Ruth sudah di ujung tanduk. Ketika sesi kuliah dadakan tersebut selesai, Ruth keluar sambil menenteng bundel proposal skripsinya.
“Mbak…’panggilnya dengan nada riang.
“Hm?” jawabku
“ Aku akhirnya bimbingan skripsi!’ Ia melompat lompat kecil kegirangan dan aku menatapnya dengan pandangan tak percaya. Hello…bestie, dirimu tuh baru saja kena omel! Ya salam!
“Ya, bagus deh! Harusnya kan kalau mau bimbingan nggak harus pakai drama kabur, Ruth” aku gantian mengomelinya.
“Hehehe” seperti biasa, ia cengengesan dan memasang wajah tanpa dosa.
“Besok jangan anek aneh lagi, ya?’ pintaku dan ia mengangguk. Entah mengangguk karena berjanji tidak akan aneh aneh lagi atau mengangguk untuk hal lainnya. Ah, sudahlah!
“Eh.. Mbak mau tahu nggak tadi Ibu Anggi bilang gimana ke aku?’ ujarnya antusias.
“Gimana?” tanyaku penasaran.
“Kamu ya! Masih mahasiswa aja sudah nggak menghargai saya! Kabur pas lihat saya!Apalagi kalau nanti kamu sukses? Bisa bisa kamu ludahi saya!” Ruth menirukan ucapan Bu Anggi . Aku tak kuasa menahan tawa melihat kelakuannya. Tiba-tiba wajahnya berubah serius.
“Mbak” panggilnya.
“Iya?” jawabku sambil menerka apa yang ada di dalam otak jenius si Ruth.
“Maksudnya Ibu Anggi, aku kalau sudah sukses boleh meludahi dia gitu,ya?” tanyanya polos.
Aku menarik nafas panjang, “Bodo amat!”
Haha dio perlu dikasih bakso tusuk dulu kak biar cepet pergerakannya, tp sama2 wisuda kami dan terlahir normal 7 tahun sesuai left time dari kampus yg dicintai, yg lain mah lulusnya prematur xixixi
Jdi ingat samo cecek nampak ???
Kami adlah alumni cece nampak ??
bahaya klo curhat sama ibuk ini, apa2 dijadiin cerpen!