Babuku
“Tuan Justin, bangun! Tuan, di harap bangun sekarang!” Suara babuku membuat mimpiku buyar seketika. Huh! Padahal aku sedang bermimpi berkejaran ala film India di taman bersama Anggela, tetanggaku yang cantik dan imut. “Tuan, bangun!” Ia dengan kasar menyibak selimutku. “Hei..hei! Apa apaan ini!” Hardikku seraya menarik kembali selimutku.
“Tolong ya tuan Justin, ini sudah jam 11 siang! Mau diberesin nih kamar!” Ujar babuku sambil menarik kembali selimutku dan menjauhkanku dari ranjang empuk yang nyaman. Aku menatapnya kesal. “Dasar babu!” rutukku. Lalu aku melihat pakaiannya. “Astagfirulohalazim!” Aku beristigfar ketika melihat pakaian yang ia kenakan. “Kamu tuh ya jadi babu pakai baju seksi amat! Kita ini lawan jenis! “ Aku memarahinya, namun ia hanya menatapku kebingungan. “Kamu besok kalau masuk ke kamar biasakan pakai baju yang tertutup. Awas ya kalau ke kamarku masih pakai lingerie!” Ocehku dan ia tetap hanya memandangiku, lalu kembali merapikan kamar. “Dasar!” Aku melengos pergi meninggalkannya dan menuju ruang makan.
Memang ya, babu jaman sekarang ini susah di kasih tahu. Perasaan waktu jaman ayah dan ibuku juga kakek nenekku, babunya nggak model gini. Babunya itu baik, perhatian, nggak suka ngamuk. Ah jaman dulu memang beda dengan sekarang.
Aku menghadap ke piring makanku yang kosong melompong. “Nah…kan, si babu lupa bikin makanan buatku. “ Aku kembali ke kamar dengan memasang wajah marah. “Babu!!! Mana makananku? Ini sudah siang dan belum ada makanan buatku?” Aku teriak sekencang kencangnya hingga babuku terlonjak kaget. “Ya ampun! Tuan Justin ini kenapa sih bikin jantungan? Ada apa lagi sekarang?” Ia malah balas memarahiku.” Babu nggak sopan!” makiku.
“Ada masalah apa sih Tuan Justin hari ini? Lagi PMS?” tanyanya sambil menatapku. “Apa PMS? Kita ini beda gender! Masa iya aku PMS?” balasku melotot. “Hahahaha. Tuan Justin lucu kalau melotot seperti itu. Jadi geregetan.” Ia lalu mencubit kedua pipiku. “Heh! Berani ya kamu!” aku naik pitam karena perlakuan tidak senonoh babuku. Babu satu ini memang minta di tatar terlebih dahulu agar menghormati tuannya. Kelakuannya semakin hari semakin menjadi.
“Mana makananku?” aku menariknya ke ruang makan dan menunjukkan piringku yang masih tidak ada isinya. “Oh, Tuan mau makan?” Ia tersenyum begitu melihat piringku yang hanya berisi udara. “Iya, iya…sebentar” Ia lalu membuka lemari dan mengambil bungkusan makanan kesukaanku. Aku mengikutinya bagai terhipnotis demi mendapatkan butiran butiran coklat yang baunya sedap tersebut. Ia menuangkan makanan khususku ke piring makanku. Mataku berbinar binar melihatnya, ditambah perutku seketika keroncongan. Tanpa menunggu, langsung kuhabiskan makananku tersebut. “Ah…sedapnya” aku mengusap perutku. “Eh, tapi kok masih lapar ya?” aku mencari cari sosok babuku yang sok seksi tadi itu.
“Kabur lagi si babu” Aku setengah berlari mengitari rumah dan menemukan babuku sedang membersihkan toiletku. “Buruan! Aku masih lapar!” protesku. Babuku justru menatapku kesal. “Tuan ini ya, makan terus! Badan sudah segembrot itu! Nggak malu apa kalau ketemu gebetan?” omelnya, namun langkah kakinya menuju kembali ke ruang makan. Kali ini ia membuka kulkas dan mengambil kaleng beraroma sangat nikmat yang membuatku menjilati bibir. “Ah…lezat pastinya” pikirku.
Ia menuangkan makananku dari kaleng dengan perlahan agar tidak tumpah. “Aduh kelamaan!” aku tidak sabaran lalu meraih kaleng tersebut yang pada akhirnya justru terlempar ke lantai dan makananku berceceran ke mana mana. Babuku menatapku gahar. “Justin! Kelakuan ya!” Ia membentakku dan aku bergidik. “Hei, sejak kapan babu boleh membentak majikan?”aku membalasnya. Ia menatapku tajam lalu mengangkatku dengan kedua tangannya dan memasukkan diriku ke dalam sebuah ruangan yang berterali seperti penjara. “Kamu disitu aja sampai nanti sore! Nggak ada makan makan lagi sampai nanti sore!” Ujarnya sadis sambil memandangiku dari ujung kaki ke ujung kepala. “Diam aja disitu! Rasain nggak bisa ke mana mana!” ia menambahkan sambil bertolak pinggang.
Aku tiba tiba merasa sedih karena di bentak dan di kurung seperti residivis. Aku memelas memohon agar ia berbaik hati mengeluarkaku dari ruangan sempit ini, namun ia tetap bersikeras. “Hayo…Tuan Justin masih mau nakal lagi? Masih mau sesuka hati?” Tanyanya kali ini ia mendekatkan wajahnya ke wajahku. Aku menggeleng.
“Miawww….miawwww…miawwwww” janjiku pada babuku bahwa aku akan menjadi kucing yang baik. “Miawwwwww”
Haishhhh…. Plot twistnya keren ?
Hahahaha ternyata majikannya meong ?